Senin, 22 Agustus 2011

Peluang Hot Waralaba Rocket Fried Chicken


Fried chicken, tentu tak asing lagi di lidah orang Indonesia. Makanan yang populer sejak disajikan beberapa restoran cepat saji asing ini, kini sudah merakyat Indonesia. Mulai dari anak kecil hingga dewasa pasti menyukai menu tersebut. Bahkan, besarnya minat masyarakat tanah air, membuat usaha fried chicken hadir mulai dari gerobak kaki lima hingga restoran kelas atas.

Namun siapa sangka, karena begitu banyaknya, membuat citarasanya mulai lumrah. Banyak orang yang mulai bosan dengan menu yang tak pernah berubah darinya.  Banyak pengusaha di bidang ini pun gulung tikar, sebab mereka tak mampu bersaing dengan restoran waralaba asing. Pun menjadi terwaralaba dari restoran itu pasti tak mampu dari sisi modal dan berbagai persyratan lainnya.

Solusinya: Jangan cepat putus asa mencari pewaralaba yang bisnisnya se-level restoran cepat saji asing itu, tetapi menawarkan waralaba yang terjangkau kantong. Pun persyarata tak berbelit, namun menjanjikan untung berlipat hingga dalam waktu singkat bisa kembali modal. Itulah yang menjadi kehadiran Rocket Fried Chicken (RFC), restoran cepat saji lokal Indonesia yang membuat kian banyak digemari.

Kehadiran restoran yang berasal dari kota Bandung, Jawa Barat ini, kian didambakan mitranya bukan hanya di tanah air, tetapi juga hingga manca negara, seperti Brunei Darusalam dan Malaysia. Bahkan, di dalam negeri saja sudah memiliki 21 gerai seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Batam dan Kalimantan.

Menurut Rebecca Ayu, pemilik CV.Roketama Fantasi Ceria, ekspansi RFC ke luar negeri segera direalisasikan jelang akhir tahun 2011, sebab sudah ada beberapa calon franchisee yang berminat dari luar negeri. “Mereka sangat menyukai variasi menu dan konsep gerai RFC yang berbeda dengan restoran cepat saji lainnya, tetapi harganya bisa dijangkau kantong konsumen kalangan mana pun,” ujarnya, disela-sela pembukaan RFC Batam, beberapa waktu silam.

RFC menyediakan makanan cepat saji, seperti ayam goreng serta olahannya, mulai dari fried chicken (crispy & hot), chicken steak hingga burger dan hotdog yang disajikan dengan pendamping nasi, kentang, disertai variasi minuman soft drink, iced blended, juices, coffee, tea dan sebagainya. Peluang kemitraan yang ditawarkannya relatif terjangkau untuk sebuah bisnis yang memiliki prospek cerah.

Menurutnya, tipe investasi yang ditawarkan RFC terdiri dari tipe foodcourt 16m2 dengan investasi Rp 45 juta, tipe ruko 40m2 dengan investasi RP 95 juta dan tipe Mini Cafe 80m2 dengan investasi Rp 155juta. “Balik modal kami perkirakan tak lebih dari jangka waktu satu tahun,”ujarnya.

Investasi terjangkau yang berpadu dengan keunikan usaha RFC, membuat permintaan untuk menjadi mitranya terus mengalir setiap bulannya, kendati tak sedikit gerai restoran cepat saji sejenis. Hal ini karena keunggulan konsep RFC yang unik, baik dari sisi menu, pelayanan, design gerai, hingga harga yang relatif terjangkau, baik bagi konsumen maupun franchisee.  



Berminat menjadi franchisee?
Hub: Pak Bakti: 081910061881










Senin, 11 Juli 2011

Semangat Wirausaha Tanah Air!!!

Tak ada yang bisa menyangkal, seorang pengusaha bisa memberi lebih banyak untuk orang lain ketimbang menduduki jabatan tinggi dengan penghasilan melimpah di sebuah perusahaan. Dengan menjadi pengusaha, satu rupiah yang Anda dapatkan bisa menghidupi puluhan karyawan, sementara dengan jumlah yang sama ketika menjadi karyawan Anda hanya menghidupi diri sendiri - maksimal buat keluarga sendiri.

Apa pun komentar Anda tentang ini, Anda bisa membandingkan sendiri negeri yang pengusahanya 5% saja dari jumlah penduduknya, sudah bisa meminimalkan jumlah penganggurannya. Pun, negara itu tingkat ekonominya pasti jauh diatas negara kita tercinta ini. Sedangkan, negara Indonesia, jumlah pengusahanya masih 0,018%.

Apa lagi yang harus Anda katakan tentang ini? Jumlah tersebut sebetulnya mau memberitahu Anda bahwa peluang sukses Anda untuk menjadi pengusaha masih sangat besar. Putuskan untuk menjadi pengusaha sedini mungkin. Bila Anda seorang mahasiswa, belajarlah tentang entrepreneur. Atau sadari sekolah tingkat sd, smp hingga sma Anda juga perlu banyak tahu tentang dunia wiraswasta ini.

Terlebih lagi, bagi karyawan. Zona nyaman yang tengah Anda rasakan saat ini, membuat Anda malas berpindah kuadran menjadi pengusaha. Mungkin jiwa intrapreneur Anda mulai diasah dari sekarang. Ya, sekadar berjaga-jaga, siapa tahu perusahaan Anda bangkrut dan banyak lagi penyebab Anda dikeluarkan dari perusahaan.

Lagi pula, menjadi pengusaha itu harus dicoba. jangan takut dahulu. Selamat Mencoba, Semoga Anda Sukses!!!

Saya ingin mengajak Anda untuk membuat satu forum diskusi tentang how to be entreneur ini. Makasih. Salam Pengusaha Indonesia!!!

Kamis, 31 Maret 2011

Realisasi Waralaba Belum Ada


KOMPAS.com — Meski sudah memasuki tahapan usia yang ke-26, restoran cepat saji Hoka Hoka Bento belum merealisasikan waralaba. "Belumlah, belum sampai ke situ," kata Presiden Direktur Hoka Hoka Bento Hendra Arifin pada Jumat (25/3/2011).

Menurutnya, masih banyak hal yang memerlukan pembenahan agar kualitas usaha berbasis makanan khas Jepang itu makin meninggi. "Salah satunya, sumber daya manusia, termasuk kepedulian pada produk ramah lingkungan," kata Hendra dalam kesempatan peluncuran penggunaan kemasan makanan berbahan polystyrene dengan tambahan oxium.

Lebih lanjut, Hendra menjelaskan, pihaknya memang selama ini menggunakan kemasan berbahan polystyrene. Kemasan tersebut sudah aman untuk makanan. Namun, kemasan macam itu membutuhkan waktu lama dalam penguraian alami. Penambahan bahan oxium akan mempercepat penguraian hanya empat tahun. Secara teknis, oxium akan membuat kemasan menjadi oxodegradable. Maksudnya, kemasan polystyrene dapat terdegradasi melalui oksidasi yang dipicu adanya ultraviolet, panas, cahaya, dan oksigen.

Hendra mengatakan, setiap bulan pihaknya menggunakan sekitar satu juta kemasan. Sementara kini ada 134 gerai Hoka Hoka Bento di seluruh Indonesia.

Penulis: Josephus Primus | Editor: Josephus Primus
Jumat, 25 Maret 2011 | 21:02 WIB

Bahan Baku Restoran Jepang Aman Radiasi

Sebaiknya pemerintah terus melakukan pengetatan bahan baku impor dari Jepang.


VIVAnews - Bahan baku restoran maupun waralaba Jepang yang ada di Indonesia dipastikan aman dari partikel radiaktif, yang mungkin terbawa pada produk-produk dari Negeri Sakurapaska gempa dan tsunami yang menyebabkan kerusakan sejumlah reaktor di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi, Jepang.

"Sebab, kita selalu mengutamakan quality control (pengendalian kualitas). Itu nomor satu," kata Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia, Amir Karamoy saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Rabu 30 Maret 2011.

Menurut Amir, selain dilakukan pengetatan produk atau bahan baku yang akan diekspor, tindakan serupa juga dilakukan untuk impor. "Jadi, kita sampai saat ini belum menerima laporan adanya bahan baku restoran maupun waralaba yang didatangkan dari Jepang tercemar radiasi," ujarnya.

Bahkan, dia menambahkan, sampai sekarang ini pihaknya belum menerima laporan adanya restoran atau waralaba masakan Jepang yang berhenti operasi sementara atau mengalami penurunan konsumen. "Jadi, masih aman kalau di Indonesia," tutur Amir.

Kendati demikian, Amir mengatakan, sebaiknya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan terus melakukan pengetatan bahan baku impor dari Jepang. "Sebab, soal pengetatan itu 100 persen adalah tugas pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan memperkirakan penurunan tajam produk impor dari Jepang kemungkinan bakal berlangsung mulai April 2011. Kondisi itu tidak terlepas dari kekhawatiran radiasi yang mungkin terbawa pada produk-produk dari Negeri Sakura tersebut.

"Mungkin April nanti baru terlihat penurunan tajamnya," kata Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi, KPU Bea Cukai Tanjung Priok, Agus Rofiudin, kepada VIVAnews.com di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, kemarin.

Menurut Agus, penurunan importasi barang dari Jepang memang sudah mulai terasa. Walaupun menunjukkan tren menurun, saat ini laju penurunan masuknya barang dari Jepang tercatat tidak lebih dari 50 persen. (umi)
• VIVAnews

Kamis, 03 Maret 2011

Duh, nikmatnya donat dan kue waralaba asal Korea


Siapa yang mengenal kue donat? Kue bulat manis dengan lubang di tengah ini banyak menjadi makanan kesukaan masyarakat. Oleh karena itu, setelah sukses dengan Lick Me Cokelat dan Lick Me Baby, Vivi Lim menawarkan waralaba Lick Me Donuts dan Lick Me Coocies.

Waralaba donat dan kue yang ditawarkan Vivi Lim ini berupaya menjembatani keinginan pelanggan yang ingin membuat kue donat sendiri. "Setiap outlet Lick Me Donuts dan Lick Me Coocies memberi kesempatan kepada pengunjung merasakan pengalaman seru membuat donat untuk di santap sendiri," kata Vivi.

Selain menawarkan konsep baru pembuatan donat, Vivi mengklaim tawaran kemitraannya lebih sip ketimbang tawaran dari yang lain. Misalnya, bahan baku dan mesin yang bisa mengolah donat dengan cepat yang semuanya masih didatangkan khusus dari Korea.

Dengan kelebihan itu, calon mitra tidak perlu menyediakan tempat luas untuk memulai usaha. "Selain itu, tidak membutuhkan pegawai yang banyak," katanya.

Dalam satu booth mini, hanya diisi satu mesin pembuat donat untuk Lick Me Donuts dan satu oven untuk Lick Me Cookies. Mesin-mesin itu akan membuat donat dan kue secara mudah dan cepat. "Tinggal menuangkan adonan di atas mesin. Setelah enam menit dan donat siap dinikmati," tambahnya.

Begitu pula pembuatan cookies, yang hanya membutuhkan waktu 14 menit dengan memasukkan adonan ke dalam oven. Konon, donat yang telah dibuat bisa bertahan 10 hari, sedangkan cookies-nya bisa bertahan enam bulan.


Dua paket waralaba

Vivi menawarkan dua jenis paket waralaba Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies. Pertama, paket master franchise dengan investasi Rp 30 juta. Paket ini ditawarkan terpisah antara Lick Me Donuts atau Lick Me Cookies. Adapun untuk gabungan nilai investasi yang harus dibayarkan Rp 60 juta. Untuk paket ini, mitra hanya mendapatkan hak untuk menawarkan waralaba ini ke calon lain.

Adapun paket master franchise dengan investasi Rp 55 juta, selain memiliki hak menawarkan waralaba juga akan mendapat booth, peralatan dan bahan baku. Jika calon mitra paket ini menginginkan untuk memiliki Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies sekaligus, maka biaya yang dikenakan hanya Rp 75 juta.

Kedua, individual franchise untuk Lick Me Donuts atau Lick Me Cookies dengan investasi Rp 65 juta. "Kalau dua-duanya langsung hanya Rp 85 juta. Semua tanpa royalti fee," kata Vivi. Jika mitra memilih paket ini, maka akan mendapat booth, alat dan bahan baku, tanpa hak menawarkan waralaba ke calon lain.

Vivi menghitung, paket master franchise akan memberikan profit Rp 10 juta per mitra dikurangi 35% harga pembelian bahan. Dengan tawaran keuntungan itu, saat ini sudah ada tiga mitra yang mengambil paket master franchise dengan hak eksklusif di satu provinsi.

Untuk paket individual, Vivi menghitung, 200 donat dengan harga jual Rp 8000 per donat bisa terjual. Untuk Lick Me Coockies dijual Rp 30.000 per gram dengan omzet perhari mencapai Rp 1,6 juta.

Mitra Vivi, Peni Agustini di Surabaya memilih master francise untuk Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies sekaligus mulai Februari 2010 lalu. Peni mengaku sudah memiliki delapan calon mitra di Surabaya. "Waralaba makanan ringan saat ini lagi sangat prospektif," klaim dia.


Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies
Jl. Taman Sari II No 64 Jakarta Pusat
Telp. 08176382582

Minggu, 27 Februari 2011

18 Tahun, Sudah Punya Puluhan Karyawan


KOMPAS.com - Bisnis aneka minuman cepat saji kian mengalir. Mulai mengusung merek pribadi hingga waralaba (franchise). Bahan dasarnya bisa susu, cincao, teh, sinom alias jamu, buah, hingga yang serba racikan sendiri. Bisnis teh kemasan siap saji misalnya, banyak diminati lantaran keuntungan yang diperoleh cukup besar, cara pembuatannya juga tak sulit.

Meracik teh yoghurt kini menjadi andalannya. Padahal, Victor Giovan Raihan, pelajar 18 tahun ini, semula hanya iseng-iseng saja membuat minuman yang memadukan teh dan susu fermentasi ini. Hasilnya, minuman olahannya ternyata memiliki banyak penggemar.

“Modal awalnya Rp 3 juta dengan meminjam dari orangtua sekitar 2010. Saat ini per outlet paling apes menghasilkan Rp 2 juta per bulan. Outlet lain yang ramai bisa lebih dari itu,” aku pemilik merek Teh Kempot ini.

Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.

Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.

“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.

Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.

“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.

Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.

Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.

“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.

Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.

Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya. (Dwi Pramesti YS)

Jumat, 25 Februari 2011

Sukses Bikin Donat Dalam 6 Menit



INGIN makan donut tapi tak ingin dipusingkan dengan proses yang meribetkan? Berpetualang saja bersama Lick Me Donuts. Anda tak hanya dapat menikmati donut, tapi juga berperan sebagai chef yang membuat donut untuk Anda santap sendiri.

Donut memang salah satu makanan yang banyak disukai semua kalangan. Selain karena kelezatannya, teksturnya yang ringan dan lembut menjadikan makanan ini banyak disukai. Sayangnya, kelezatan donut tersebut tak dibarengi dengan kemudahan dalam proses pembuatannya. Butuh waktu yang tak sedikit untuk membuat adonan donat yang merupakan perpaduan dari tepung terigu dan ragi tersebut. Karenanya, banyak orang memilih untuk menikmati donut dengan membelinya di pasar. Alhasil, sensasi makan donut pun tetap dapat terpenuhi.

Melihat antusias masyarakat terhadap makanan berbentuk cincin ini sangat tinggi, gerai donut pun menjamur di mana-mana. Dengan fasilitas tersebut, Anda pun tak lagi dipusingkan dengan proses pembuatan donut yang njlimet dan tetap dapat memanjakan lidah Anda dengan kelezatannya.

Nah, salah satu yang memanjakannya adalah Lick Me Donuts. Donut asal Korea ini menawarkan sensasi lain menikmati donut. Mungkin Anda rindu pada saat-saat membuat donut. Karena itu, Lick Me Donuts memberikan kesempatan pada para pembeli untuk mengolah sendiri donut yang akan disantapnya.

Di gerai mungil Lick Me Donuts tersebut, Anda dapat merasakan jadi chef donut andal. Tak perlu sibuk mengaduk adonan, karena Lick Me Donuts sudah menyediakan langsung material yang akan dipanggang. Anda cukup menuangkannya di panggangan sesuai dengan rasa yang diinginkan. Dan tunggu selama 6 menit 30 detik, makanan ini pun siap disantap.

Pilihlah topping yang Anda sukai untuk menambahkan cita rasa lain yang lebih nikmat. Bagaimana? Mudah bukan? Jika tak ingin menikmatinya langsung, Anda dapat menyimpannya di lemari es terlebih dahulu. Tak perlu khawatir akan perubahan rasa dan tekstur pada donut yang akan Anda santap.

“Meski melalui proses pembekuan masyarakat tak perlu khawatir soal rasa dan juga kekenyalan donut tersebut. Tidak akan ada perubahan sedikitpun. Itulah kelebihan kami,” ungkap Vivi Lim Lick, owner Me Donuts & Cookies saat ditemui okezone di bilangan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (23/2/2011).
(tty)

McDonald's Balik Lagi ke Sarinah

Umi Kalsum, Febry Abbdinnah



VIVAnews - Pertengahan tahun 2009 lalu, Bambang Rachmadi terpaksa meninggalkan McDonald's setelah asetnya di PT Bina Nusa Rama beralih ke PT Rekso Nasional Food. Perseteruan antara Bambang dan pihak McDonald's International kemudian terjadi. Bambang lalu mendirikan waralaba baru dengan mengusung nama Tony Jack's tepat 1 Oktober 2009. Lokasinya masih di bekas McDonald's pertama kali berdiri di Indonesia, Gedung Sarinah, Thamrin.

Namun usia Tony Jack's tidak panjang. Setelah lebih dari setahun membuka gerainya di Sarinah, resto cepat saji ini terpaksa ditutup. PT Sarinah terpaksa menenderkan lokasi di lantai dasar itu kepada pihak lain. PT Rekso Nasional Food (produsen Sosro) yang mengusung waralaba McDonald's di Indonesia tidak menyia-nyiakan tawaran itu.

"Ini sebuah kesempatan bisnis," kata Presiden Direktur PT Rekso Nasional Food Sukowati Sosrodjojo dalam keterangannya di Sarinah, Thamrin, Minggu 13 Februari 2011. Tepat tengah malam nanti, pukul 00.00 WIB, Senin 14 Februari 2011, PT Rekso Nasional Food akan membuka gerai McDonald's yang ke 112 di lokasi itu.

Sekadar mengingatkan, Juni 2009 lalu, Bambang sempat memprotes peralihan aset PT Bina Nusa Rama (perusahaan joint venture Bambang dan McDonald's) ke PT Rekso Nasional Food karena ia merasa tidak dilibatkan dalam penjualan aset 97 restoran. Bambang hanya disisakan 13 gerai, dan setelah penjualan aset itu ia dilarang mengusung nama McDonald's.

Bambang yang kecewa kemudian menggugat McDonald's yang berpusat di Negeri Paman Sam dan pemegang saham baru McDonald's. Ia juga mengajukan uji materi UU Perseroan Terbatas pasal 102 tentang penjualan aset.

Kisruh waralaba ini sempat menjadi sorotan. Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia Amir Karamoy saat itu sempat mengusulkan agar bisnis waralaba juga diawasi Bapepam-LK agar kasus seperti McDonald's tidak terulang lagi.

Sebab kasus perseteruan McDonald's dengan Bambang Rachmadi diduga terjadi karena tidak adanya mekanisme clean break dalam perjanjian franchise. Padahal dalam PP No. 42 tahun 2007, telah mengatur mekanisme clean break tersebut. Jika ada pemutusan perjanjian waralaba, maka kedua belah pihak diminta untuk sepakat.
• VIVAnews

Kamis, 24 Februari 2011

Nikmatnya Donut Panggang dari Lick Me Donuts

INGIN merasakan sensasi lain dari donut? Coba saja donut panggang ala Lick Me Donuts. Rasanya dijamin menggoyang lidah.

Selama ini mungkin donut yang kita kenal dan sering kita rasakan merupakan donut yang diproses melalui tahap penggorengan. Ciri khas dari makanan yang memiliki lubang di tengah ini pun ringan dan lembut saat dikunyah. Dengan keunggulan tersebut, tak heran kalau makanan ini digemari semua kalangan. Apalagi variasi rasa yang ditawarkan gerai donut tersebut cukup beragam. Namun, dari kebanyakan donut yang beredar di pasaran tersebut rata-rata mengedepankan varian rasa di bagian atas, sementara bagian dasar donutnya tampil dalam bentuk polos.

Berbeda dari kebanyakan, Lick Me Donuts pun menawarkan sensasi lain yang menggugah selera. Brand donut yang berasal dari Korea ini memunculkan donut dasar yang memiliki rasa.

“Jadi, tanpa perlu menambahkan toping, Anda sudah dapat merasakan kelezatan donut ini,” ujar Vivi Lim selaku owner yang ditemui saat launching Lick Me Donuts, di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (23/2/2011).

Keunggulan lainnya dari donut ini adalah proses pembuatannya yang dipanggang dan bukan digoreng seperti donut pada umumnya, sehingga tekstur donut yang dihasilkan jauh lebih padat dan lembut saat tenggelam di mulut. Tak hanya itu, donut ini pun menawarkan kepadatan roti di dalamnya. Saat menggigitnya pertama kali, Anda tak akan lagi menemukan kekosongan di bagian tengah makanan berbentuk cincin ini. Pasalnya sekali Anda menggigit, Anda langsung dipuaskan dengan tekstur roti yang padat, kenyal, dan garing. Ini dikarenakan efek proses pemanggangan yang dilakukan Lick Me Donuts. Karenanya, tak ada lagi minyak berlebih yang menempel di tangan saat Anda memegang donut. Anda pun tak perlu khawatir mengonsumsinya dalam jumlah banyak, karena tak ada penggunaan minyak yang bakal mengancam kolesterol Anda.

Bagaimana, sudah tak sabar ingin menggigitnya? Sebaiknya simpan rasa penasaran untuk menikmatinya karena donut ini baru resmi rilis di pasaran 1 bulan mendatang di Emporium Mal Pluit dan Mal Kelapa Gading.
(tty)

Selasa, 22 Februari 2011

Dokter Yang Gemar Berbisnis

Bakat berbisnis dokter yang bernama lengkap Martina Sylviarini ini, kian terlihat ketika ia mendirikan Moeslem Baby School tahun 2006 silam di kota Malang, Jawa Timur. Sekolah baby muslim itu, terus berkembang, hingga belum lama ini berekspansi dengan pola franchise.

Vivi – begitu lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang disapa, mendirikan Moeslem Baby School sejurus dengan kecintaannya akan dunia anak-anak serta sebuah tujuan mulia untuk mempersiapkan generasi bangsa yang terbaik.

“Saya mencintai dunia anak-anak dan saya ingin ada satu sekolah yang betul-betul memperhatikan tumbuh kembang anak secara holistik tidak hanya dari sisi pendidikan tetapi juga secara medisnya,” pungkas ibu tiga anak ini.

Sebagai seorang dokter, dirinya mengatakan, dokter juga harus bisa berbisnis karena bila tidak memiliki kemampuan menjual maka tidak bisa mendapatkan pasien. Berbisnis dengan mendirikan Moeslim Baby School, dikatakan sebagi seni berbisnis.

Dokter kelahiran Malang tahun 1979 , sudah memiliki bakat berbisnis sejak kecil. “Saya suka bisnis, dari sekolah dasar dengan menjual apa saja ke teman-teman saya. Saya rasa bisnis itu ada gunanya,” ceritanya.

Membangun sebuah Moeslem Baby Schoo ada sebuah tantangan baginya. Tetapi sebesar atau sekecil apapun tantangannya, kalau dasarnya sudah suka dengan bidang bisnis itu apapupun akan terasa mudah.


By: Alan Jehunat

Senin, 21 Februari 2011

14 Waralaba Lokal Siap Go Internasional

14 Waralaba Lokal Siap Go Internasional

Solo, CyberNews. Empat belas (14) waralaba lokal siap menembus pasa global, tahun ini. Sementara 20 waralaba dipersiapkan untuk tujuan yang sama di 2011. Menurut Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba Lisensi Indonesia (wali) sekaligus ketua komite tetap waralaba dan lisensi Kadin, Amir Karamoy, waralaba itu antara lain bergerak di sektor kuliner (Resto), spa, dan salon.

Malaysia, Singapura, dan Brunai menjadi tujuan pasti ekspor waralaba tersebut. Sementara Korea Selatan dan negara negara di Afrika masih dalam penjajakan karena masih rumit prosedurnya. "Untuk ekspor waralaba ini disediakan kredit hingga Rp 2 triliun. Mudah-mudahan dalam dua bulan lagi bisa terealisasi, saat ini kita sedang menunggu negosisiasi," kata dia.

Ditemui di sela-sela Central Java Waralaba Fair 2011 di Graha Solo Raya, Jumat (4/2), Amir mengatakan, dengan besarnya jumlah penduduk dan tingginya daya beli masyarakat, Indonesia bisa dibilang pasar potensial waralaba internasional. Banyak perusahaan waralaba asing, terutama negara-negara yang serumpun dan mempunyai kultur yang sama, seperti Timur Tengah, Malaysia dan Brunei Darussalam melirik pasar Indonesia, meski jumlah waralaba asing cukup banyak.

Menurut Amir, setidaknya sudah ada 200 waralaba asing yang beroperasi, terutama di kota-kota besar. Dari 200 unit itu, setidaknya memberi kontribusi sebesar 60 persen dari total penjualan usaha waralaba yang diperkirakan sekitar Rp 100 triliun di 2010. Meski kontribusi hanya 40 persen dalam penjualan, namun jumlah waralaba lokal lebih banyak ketimbang asing.

( Langgeng Widodo / CN14 / JBSM )

DVD Club, Pilih Film dengan Layar Sentuh

DVD Club, Pilih Film dengan Layar Sentuh
Jakarta Jakarta / Metropolitan / Senin, 21 Februari 2011 13:58 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Marak DVD bajakan tak sepenuhnya menggerus bisnis usaha penyewaan DVD original di Jakarta. Itu ditandai dengan munculnya usaha waralaba DVD original yang menawarkan harga lebih murah daripada membeli DVD bajakan.

Adalah DVD Club yang hadir menawarkan konsep unik dan menarik. Meminjam DVD di tempat ini tidak dilakukan konvensional. Pelanggan tidak akan melihat jajaran DVD film favorit, seperti toko-toko lain.

DVD Club menyediakan komputer layar sentuh untuk pelanggan mencari judul film. Konsep itu tidak membutuhkan ruangan besar maupun rak-rak panjang untuk menempati DVD.

Pelanggan juga tidak perlu membayar uang jaminan saat meminjam. Pelanggan hanya perlu membayar Rp5.000 untuk menyewa satu film per hari. Sementara untuk film lama hanya dikenakan Rp3.000 perhari.

DVD Club telah memiliki enam gerai di Jakarta, di antranya Kembangan, Tanjung Duren, dan Kelapa Gading. Pengelola mengembangkan sistem jemput bola, yakni penyewaan DVD lewat mobil box keliling dan tetap dengan layar sentuh.

Konsep usaha tersebut digagas Nurmatulah. Ia mengaku tidak takut dengan ancaman DVD bajakan karena usahanya memiliki pelanggan tersendiri. Pelanggan di DVD Club telah mencapai ribuan. Dalam sebulan, Nurmatulah mampu mengantongi keuntungan hingga Rp10 juta.(IKA).

Bawa Donat Kampung ke Mancanegara


Oleh: Hardina S.
Persaingan bisnis donat di Tanah Air makin sengit. Berbagai merek terkenal yang sudah masuk dalam jaringan waralaba donat mudah dijumpai di berbagai mal khususnya Surabaya.
Bagaimana dengan Donat Kampung Utami? Mungkin merek yang satu ini masih terasa asing di telinga kita. Padahal, donat ini sudah go public lho. Setidaknya kalau Anda lagi melancong ke negeri jiran Malaysia,  outlet donat ini sudah mejeng di mal-mal sana. Kue bolong tengah itu merupakan hasil olahan Rosidah Widya Utami (35).
Bila Anda punya rencana ke kota Jombang,  selain bisa berziarah ke makam mantan presiden RI, Gus Dur , Anda sekaligus dapat belanja oleh-oleh dari kota santri ini, yakni donat.
Anda mungkin bertanya-tanya apa kelebihannya? Donat Kampung Utami (DKU) bukan sembarang donat. Meski dibandrol hanya Rp 500,- tapi soal rasa, kue ini tak kalah dibanding donat-donat yang dijual di mal. “Biasanya, kue donat harga Rp 500 an, rasanya ya seperti itu. Tapi saya ingin menunjukkan bahwa meski hanya Rp 500, orang sudah bisa menikmati donat yang enak,”kata wanita jebolan Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya itu.
Dan di tangan wanita yang akrab dipanggil Utami ini, donat 500 an tersebut semakin beda, dengan cara promosinya melalui fasilitas blog.
Tak heran bila dalam waktu singkat, DKU dikenal luas. Order pun mengalir deras. Sering kali Utami merasa kewalahan untuk memenuhi pemesanan.
Bukan hal mudah untuk membesarkan nama DKU hingga terkenal seperti sekarang. Tak beda dengan pengusaha sukses pada umumnya, dia juga menempuh jalan penuh liku agar produknya bisa diterima pasar. Di awal-awal usahanya, hampir setiap hari, antara yang terjual dan sisanya, selalu lebih banyak sisa. "Padahal, menurut saya, donat buatan saya murah, enak, dan bersih. Saya juga heran, kok, enggak laku." Di tengah kebingungan, muncul ide segar. Bersamaan dengan ditemukannya nama yang pas, Donut Kampoeng Utami, produknya dikemas secara menarik, diberi label yang berisi alamat lengkap dengan nomor telepon plus layanan SMS. "Label, kan, ibarat kartu nama. Dari 100 buah donat yang terjual, logikanya, 100 orang jadi tahu nama dan alamat tempat tinggal saya."
benar saja. Telepon di rumahnya terus berdering. Sebagian memesan, lainnya sekadar tanya harga. "Bagi saya, tak masalah. Yang penting, orang sudah kenal DKU," kata Utami yang sejak itu banyak komunitas ibu-ibu pengajian di Jombang memilih donat bikinannya sebagai suguhan.
Tak puas di situ, Utami terus melakukan inovasi-inovasi baru untuk produknya. Butuh waktu delapan tahun bagi wanita berkerudung ini untuk bisa menghasilkan empat resep donat, kelas standar, (Rp 500-an), medium (DKU), premium dan platinum. Khusus untuk premium dan platinum dia membuka kesempatan bagi pihak lain untuk bekerja sama dengan sistem franchise.
Dijual di Malaysia

Meski di kota-kota lain di tanah air donat Utami masih sulit dijumpai bukan berarti peminatnya hanya berkisar di kota Jombang. Buktinya, donat Utami malah sudah dijumpai di Malaysia. Investor dari mancanegara itu meminta Utami untuk terbang ke negerinya, agar memberikan pelatihan sekaligus mengenalkan resep buatannya. “Sekarang di Malaysia, sudah ada lima gerai mewah yang menjual donat saya, dengan nilai investasi miliaran rupiah,”ungkap wanita yang mendapat royalty dari hasil penjualan produknya untuk jangka waktu selamanya.
Sebetulnya, ada dua investor  lain yang berminat membuka gerai serupa, yakni dari Arab Saudi dan Brunei. Tapi permintaan itu dengan berat hati tidak bisa dipenuhi. “Soalnya mereka meminta saya agar stay di sana, ya saya jelas nggak bisa,” ucap wanita yang mengaku mengawali bisnis ini dengan modal hanya Rp 100 ribu itu.
Bukan itu saja yang membanggakan dirinya. Dilihat dari persaingan, donat Utami di Malaysia bisa dikatakan sudah sekelas dengan donat papan atas lain seperti JCo dan Big Apple. Bagaimana dengan persaingan di dalam negeri sendiri? Bukankah donat Utami boleh dikatakan bermain ‘sendiri’ di kelasnya? “Saya sebetulnya lebih suka kalau ada banyak pesaing. Jadi kita malah bisa mengukur kemampuan kita sampai dimana,” kata wanita kelahiran Malang, 8 September 1973 ini.
Hanya, jujur dia mengharapkan bahwa karya donatnya itu mendapat respon positif dari investor lolal. “Karena pada dasarnya tujuan utama saya membesarkan donat  ini bukan semata-mata cari untung, tapi untuk  memberi kebanggaan pada Indonesia bahwa ada juga lho anak bangsanya yang bisa melahirkan donat kelas dunia,” kata Utami yang mengaku omzetnya per bulan mencapai Rp 40 juta.
Menurut Utami, sebenarnya dia tidak akan menyerahkan formula donat tersebut kepada pengusaha asing andai saja ada investor lokal yang berminat mengembangkannya. Utami merasa, pengusaha Indonesia sepertinya justru lebih tertarik membeli karya dari orang asing ketimbang karya bangsanya sendiri. "Orang kita lebih senang membeli franchise yang berasal dari luar negeri. Padahal, orang kita bisa, kok, membuat donat selezat buatan luar negeri. Nyatanya, karya saya sekarang sejajar dengan buatan luar negeri," ujarpenghobi  masak ini.
Kecintaan Utami pada dunia kuliner tidak bisa lepas dari peran sang Ibu. Maklumlah, memang sosok sang bundalah yang banyak mengajarkan sekaligus mendorong Utami hingga akhirnya dia tak bisa  lepas dari dunia tata boga.
Setelah menyandang status ibu rumahtangga,sebetulnya Utami sempat meninggalkan urusan dapur kue, dengan mengalihkan perhatian pada toko kelontong miliknya. Tapi kecintaannya pada bidang kuliner yang telanjur melekat membuat pemilik bintang virgo ini tak kuasa menolak panggilan jiwa boganya. “Saya akhirnya memutuskan untuk jualan kue donat,” tandasnya.
Setiap ada waktu luang dia mengolah bahan-bahan kue hingga menemukan formula yang tepat untuk menghasilkan donat yang enak, dan bisa dijangkau konsumen khususnya untuk warga Jombang. “Pada awalnya sulit untuk menjual donat ke pasaran. Saya benar-benar harus melakukan edukasi lebih dulu. Bahwa makan donat bukan merupakan sesuatu yang glamor. Ini bisa dibuktikan dengan harganya yang relative terjangkau,” paparnya.

Kini, setelah nama dan produknya sudah terkenal,Utami tak pernah lelah mengajarkan kepada para karyawannya yang mencapai 12 orang itu agar tidak takut untuk mencoba. “Saya katakana bahwa untuk membuat donat seenak Donat Utami tidak harus menggunakan teknologi modern. Cukup dengan peralatan standar seperti mixer sudah bisa.Asal tahu bagaimana mengolahnya untuk bisa membuat donat yang enak,” tandasnya. *

Jumat, 18 Februari 2011

Peluang Bisnis Minimatket Masih Terbuka Lebar

KOMPAS.com -Pilihan bisnis terbuka lebar asalkan jeli melihat peluang, selain karena memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai bidang usaha yang menjadi incaran. Jika bisnis waralaba minimarket masuk dalam daftar pilihan usaha yang ingin Anda jalankan, bersiaplah menikmati keuntungan yang melebihi investasi deposito. Tentunya Anda juga harus memenuhi sejumlah kriteria pewaralaba dan karakter bisnis ritel modern.

Sebelum bicara mengenai karakter pebisnis waralaba yang sukses, ada baiknya Anda memahami untung rugi menjadi pewaralaba  minimarket. Dalam acara temu media bersama Laurensius Tirta Widjaja, Merchandise Development Director Indomaret, dan Wiwiek Yusuf, Marketing Director, diungkapkan data dan fakta mengenai bisnis ritel modern. Dari data dan angka pencapaian Indomaret dalam menjalankan bisnis ritel, termasuk konsep waralaba, Anda bisa mengukur potensi bisnis minimarket ke depannya.

Mari bicara keuntungan
Sebelum bicara berapa nilai investasi, omzet, bahkan risiko berbisnis minimarket, tak ada salahnya membahas profit untuk mendorong niat memulai usaha waralaba. Lauren menyebutkan, profit menjalani bisnis waralaba Indomaret mencapai atau bahkan lebih dari 12 persen per bulan. "Profit yang didapatkan pewaralaba lebih dari keuntungan deposito," jelasnya, memberikan perbandingan sebagai gambaran sederhana.

Risiko gagal
Bagaimana jika gagal menjalankan bisnis waralaba minimarket karena jarang peminat, atau karena persaingan yang nyata di depan mata, seperti minimarket yang berdiri berdampingan dengan pesaing sekelasnya. Wiwiek menjawab, ukuran risiko kegagalan franchise bisa dilihat dari tingkat kegagalan di bawah 10 persen.
"Artinya dari 100 orang yang berinvestasi waralaba minimarket hanya 10 yang gagal. Tingkat kegagalan waralaba Indomaret di bawah 10 persen," jelasnya kepada sejumlah media di restoran Te sa te, Plaza Senayan, Selasa (8/2/2011).

Pelajari omzetnya
Omzet gerai minimarket per bulan juga bisa menjadi acuan dalam menghitung keuntungan. Sebagai pewaralaba, Anda tentu membutuhkan data ini. Wiwiek berbagi infonya, "Omzet per gerai bisa mencapai 9-10 juta per hari."
Performa inilah yang membuat Indomaret percaya diri berekspansi dari segala sisi pada 2011. Dari meningkatkan pertumbuhan waralaba dari 38 persen menjadi 42 persen, menambah 800 gerai baru, menambah tiga cabang yang tersebar di Sumatera Selatan, Makassar, Cirebon, serta berbagai pengembangan nilai tambah lainnya untuk menarik lebih banyak pelanggan loyal. Sebagai catatan, satu cabang menyuplai kebutuhan 300 toko dalam satu provinsi.

Lama waktu payback
Ketika Anda berinvestasi dengan berbisnis minimarket, lama waktu kembali modal juga jadi soal. Dengan perubahan gaya hidup dan peluang pasar potensial, payback bisnis minimarket bisa terjadi dalam 24-45 bulan. Data ini merujuk pada pengalaman waralaba Indomaret dengan nilai investasi Rp 300-500 juta termasuk franchise fee dan royalty fee, di luar sewa properti atau gedung untuk toko, jelas Lauren.

Program bernilai tambah dari terwaralaba (franchisor)
Sebagai perusahaan yang menawarkan sistem franchise, franchisor perlu kreatif mengembangkan program yang memberikan nilai tambah. Tentunya yang menguntungkan pelanggan dan secara tidak langsung juga dinikmati pewaralaba. Semakin banyak program menarik pembeli semakin bertambah dan penjualan meningkat. Pewaralaba pun menikmati keuntungan dari hal ini. Kartu keanggotan yang memberikan berbagai kemudahan adalah salah satunya. Indomaret mengklaim memiliki 500.000 anggota dan menargetkan menjadi satu juta sampai akhir tahun 2011.

Kerjasama pengiriman uang untuk TKI melalui Indomaret juga menjadi daya tarik lainnya. "Pewaralaba bisa menikmati profit 12-15 persen dari fee pengiriman uang ini. Setiap pewaralaba bisa menentukan sendiri berapa profit yang ingin didapatkannya," jelas Lauren.
Nilai transaksi jasa pengiriman uang ini bisa mencapai Rp 30 juta per satu kali pengambilan. "Minimum pengambilan uang Rp 3 juta. Tapi bisa lebih hingga Rp 30 juta asalkan dengan pemberitahuan sebelumnya," lanjutnya.
Program yang dirilis sejak empat tahun lalu ini memudahkan dan memberikan nilai tambah bagi pelanggan yang tinggal berdekatan dengan gerai. Tentunya karena minimarket buka lebih pagi dan tutup lebih malam daripada bank, misalnya. Syaratnya hanya satu, gerai tersebut berlogo Western Union yang menjadi pertanda tersedianya layanan jasa pengiriman uang dari luar negeri.

Tertarik berwirausaha gerai ritel modern? Waralaba minimarket membuka peluangnya, seperti Indomaret, yang 40 persen dari 4.955 gerai hingga akhir 2010 dimiliki oleh pewaralaba.

WAF

Editor: Dini

Kamis, 17 Februari 2011

Waralaba Donat Yang Paling Seru!!!!




Usaha waralaba apa yang paling menguntungkan? Pertanyaan seperti ini sering terlontar para calon franchisee sepanjang saya bergelut di beberapa media yang secara tetap mewartakan apapun tentang bisnis waralaba di tanah air. Menjawab pertanyaan yang bagi saya teramat sulit ini, saya lebih senang merekomendasikan mereka visit langsung ke beberapa perusahaan waralaba yang menurut saya mungkin bisa menjawab pertanyaan mereka.

Mengapa harus visit? Ya, cerita dari mulut ke mulut bisa saja "berbunga". Apalagi bila ngiklan...Ups! Jadi ngelantur...maksud saya, lebih baik tahu secara langsung bahkan sampai hal yang paling kecil daripada percaya begitu saja apa kata orang. Sehingga, Anda pun yakin dengan pilihan bisnis waralaba Anda karena telah jatuh "Cinta" dengannya.

Dan bicara tentang "visit" tadi, belum lama ini, seorang franchisor pernah mengajak saya visit ke perusahaan waralabanya. Ia adalah Vivi Lim, seorang pengusaha wanita muda belia berusia 22, pemilik waralaba Lick Me Donuts dan Lick Me Cookie.

Berlokasi di kantornya di Jalan Taman Sari 2 no 64 Gang Wedana, Sawah Besar, daerah Pasar Baru Jakarta, saya dikejutkan dengan sebuah demo pembuatan donat dalam waktu 6 menit dan cookies dalam waktu 14 menit. Tadinya saya berpikir, ah paling rasanya gitu-gitu aja. Tetapi ternyata dugaan saya meleset sebab rasa donat dan cookies tersebut jauh lebih enak dari donat dan cookies yang pernah saya cicipi dari yang tradisional bahkan hingga tingkat internasional sekali pun.

Ia lalu bercerita, teknologi pembuatan donat dan cookies Lick Me tersebut diadopsi dari negara Korea. Dengan teknologi ini, orang awam sekalipun - bahkan yang tak pernah tahu tentang dunia donat dan cookies - bisa membuat donat dan cookies paling enak berstandart internasional.

Loh kok bisa? Saya juga sudah mencobanya dan memang betul, saya bisa membuat donat dan cookies yang paling enak. Bahkan ketika saya dipersilahkan untuk mencoba membuat sendiri, saya merasa ini merupakan pengalaman berharga karena baru pertama kali membuat donat dan cookies langsung bisa menghasilkan yang paling enak tanpa harus sekolah menjadi chef yang handal terlebih dahulu dalam bidang bakery.

Saya pun yakin Anda bisa melakukannya. Sangat simpel. Adonan dituangkan di atas mesin pemanggang donat, didiamkan selama 6 menit dan jadilah donat yang paling enak. Setelah itu, Anda bisa menambah dengan beberapa jenis toping pilihan sesuai dengan selera. Demikian halnya dengan pembuatan beraneka cookies.

Vivi juga menceritakan, bahwa adonan yang memang didatangkan khusus dari negara Korea itu bisa disimpan hingga jangka waktu 2 tahun. Bila disimpan di luar freezer bahkan bisa bertahan hingga beberapa hari. Inilah hasil teknologi pembuatan adonan dari negara Korea itu yang memang patut diacungi jempol.

Bolak-balik bicara tentang pengalaman menarik membuat donat dan cookies tadi, ternyata Vivi sudah sudah mengemas bisnis donat dan cookies Korea ini dengan sistem waralaba. Ia memiliki tujuan mulia, bahwa semua orang yang ingin memiliki usaha donat dan cookies (bakery shop), tak perlu ribet membayar chef yang mahal karena si pengusaha yang awam pun bisa membuat donat yang paing enak sekaligus menjualnya.

Dengan bakery booth yang ditawarkan, franchisee hanya memiliki equipment mesin pemanggang donat dan oven untuk cookies lalu selebihnya tempat untuk display donat atau cookies. Menariknya, booth ini bisa dijalankan oleh satu orang saja. Coba Anda bandingkan dengan bakery shop lainnya? Ada berapa banyak chef, berapa orang karyawan, berapa mahalnya sewa tempat dan sebagainya.

Jadi, Saya pun berjanji, siapapun yang akan menannyakan bisnis waralaba apa yang paling menguntungkan, saya tidak menjawab tetapi saya merekomendasikan untuk datang menyaksikan demo Lick Me Donats atau Lick Me Cookies. Selamat Mencoba pengalaman Serunya!!!!

By: Alan Jehunat