Kamis, 31 Maret 2011

Realisasi Waralaba Belum Ada


KOMPAS.com — Meski sudah memasuki tahapan usia yang ke-26, restoran cepat saji Hoka Hoka Bento belum merealisasikan waralaba. "Belumlah, belum sampai ke situ," kata Presiden Direktur Hoka Hoka Bento Hendra Arifin pada Jumat (25/3/2011).

Menurutnya, masih banyak hal yang memerlukan pembenahan agar kualitas usaha berbasis makanan khas Jepang itu makin meninggi. "Salah satunya, sumber daya manusia, termasuk kepedulian pada produk ramah lingkungan," kata Hendra dalam kesempatan peluncuran penggunaan kemasan makanan berbahan polystyrene dengan tambahan oxium.

Lebih lanjut, Hendra menjelaskan, pihaknya memang selama ini menggunakan kemasan berbahan polystyrene. Kemasan tersebut sudah aman untuk makanan. Namun, kemasan macam itu membutuhkan waktu lama dalam penguraian alami. Penambahan bahan oxium akan mempercepat penguraian hanya empat tahun. Secara teknis, oxium akan membuat kemasan menjadi oxodegradable. Maksudnya, kemasan polystyrene dapat terdegradasi melalui oksidasi yang dipicu adanya ultraviolet, panas, cahaya, dan oksigen.

Hendra mengatakan, setiap bulan pihaknya menggunakan sekitar satu juta kemasan. Sementara kini ada 134 gerai Hoka Hoka Bento di seluruh Indonesia.

Penulis: Josephus Primus | Editor: Josephus Primus
Jumat, 25 Maret 2011 | 21:02 WIB

Bahan Baku Restoran Jepang Aman Radiasi

Sebaiknya pemerintah terus melakukan pengetatan bahan baku impor dari Jepang.


VIVAnews - Bahan baku restoran maupun waralaba Jepang yang ada di Indonesia dipastikan aman dari partikel radiaktif, yang mungkin terbawa pada produk-produk dari Negeri Sakurapaska gempa dan tsunami yang menyebabkan kerusakan sejumlah reaktor di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi, Jepang.

"Sebab, kita selalu mengutamakan quality control (pengendalian kualitas). Itu nomor satu," kata Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia, Amir Karamoy saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Rabu 30 Maret 2011.

Menurut Amir, selain dilakukan pengetatan produk atau bahan baku yang akan diekspor, tindakan serupa juga dilakukan untuk impor. "Jadi, kita sampai saat ini belum menerima laporan adanya bahan baku restoran maupun waralaba yang didatangkan dari Jepang tercemar radiasi," ujarnya.

Bahkan, dia menambahkan, sampai sekarang ini pihaknya belum menerima laporan adanya restoran atau waralaba masakan Jepang yang berhenti operasi sementara atau mengalami penurunan konsumen. "Jadi, masih aman kalau di Indonesia," tutur Amir.

Kendati demikian, Amir mengatakan, sebaiknya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan terus melakukan pengetatan bahan baku impor dari Jepang. "Sebab, soal pengetatan itu 100 persen adalah tugas pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan memperkirakan penurunan tajam produk impor dari Jepang kemungkinan bakal berlangsung mulai April 2011. Kondisi itu tidak terlepas dari kekhawatiran radiasi yang mungkin terbawa pada produk-produk dari Negeri Sakura tersebut.

"Mungkin April nanti baru terlihat penurunan tajamnya," kata Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi, KPU Bea Cukai Tanjung Priok, Agus Rofiudin, kepada VIVAnews.com di KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, kemarin.

Menurut Agus, penurunan importasi barang dari Jepang memang sudah mulai terasa. Walaupun menunjukkan tren menurun, saat ini laju penurunan masuknya barang dari Jepang tercatat tidak lebih dari 50 persen. (umi)
• VIVAnews

Kamis, 03 Maret 2011

Duh, nikmatnya donat dan kue waralaba asal Korea


Siapa yang mengenal kue donat? Kue bulat manis dengan lubang di tengah ini banyak menjadi makanan kesukaan masyarakat. Oleh karena itu, setelah sukses dengan Lick Me Cokelat dan Lick Me Baby, Vivi Lim menawarkan waralaba Lick Me Donuts dan Lick Me Coocies.

Waralaba donat dan kue yang ditawarkan Vivi Lim ini berupaya menjembatani keinginan pelanggan yang ingin membuat kue donat sendiri. "Setiap outlet Lick Me Donuts dan Lick Me Coocies memberi kesempatan kepada pengunjung merasakan pengalaman seru membuat donat untuk di santap sendiri," kata Vivi.

Selain menawarkan konsep baru pembuatan donat, Vivi mengklaim tawaran kemitraannya lebih sip ketimbang tawaran dari yang lain. Misalnya, bahan baku dan mesin yang bisa mengolah donat dengan cepat yang semuanya masih didatangkan khusus dari Korea.

Dengan kelebihan itu, calon mitra tidak perlu menyediakan tempat luas untuk memulai usaha. "Selain itu, tidak membutuhkan pegawai yang banyak," katanya.

Dalam satu booth mini, hanya diisi satu mesin pembuat donat untuk Lick Me Donuts dan satu oven untuk Lick Me Cookies. Mesin-mesin itu akan membuat donat dan kue secara mudah dan cepat. "Tinggal menuangkan adonan di atas mesin. Setelah enam menit dan donat siap dinikmati," tambahnya.

Begitu pula pembuatan cookies, yang hanya membutuhkan waktu 14 menit dengan memasukkan adonan ke dalam oven. Konon, donat yang telah dibuat bisa bertahan 10 hari, sedangkan cookies-nya bisa bertahan enam bulan.


Dua paket waralaba

Vivi menawarkan dua jenis paket waralaba Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies. Pertama, paket master franchise dengan investasi Rp 30 juta. Paket ini ditawarkan terpisah antara Lick Me Donuts atau Lick Me Cookies. Adapun untuk gabungan nilai investasi yang harus dibayarkan Rp 60 juta. Untuk paket ini, mitra hanya mendapatkan hak untuk menawarkan waralaba ini ke calon lain.

Adapun paket master franchise dengan investasi Rp 55 juta, selain memiliki hak menawarkan waralaba juga akan mendapat booth, peralatan dan bahan baku. Jika calon mitra paket ini menginginkan untuk memiliki Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies sekaligus, maka biaya yang dikenakan hanya Rp 75 juta.

Kedua, individual franchise untuk Lick Me Donuts atau Lick Me Cookies dengan investasi Rp 65 juta. "Kalau dua-duanya langsung hanya Rp 85 juta. Semua tanpa royalti fee," kata Vivi. Jika mitra memilih paket ini, maka akan mendapat booth, alat dan bahan baku, tanpa hak menawarkan waralaba ke calon lain.

Vivi menghitung, paket master franchise akan memberikan profit Rp 10 juta per mitra dikurangi 35% harga pembelian bahan. Dengan tawaran keuntungan itu, saat ini sudah ada tiga mitra yang mengambil paket master franchise dengan hak eksklusif di satu provinsi.

Untuk paket individual, Vivi menghitung, 200 donat dengan harga jual Rp 8000 per donat bisa terjual. Untuk Lick Me Coockies dijual Rp 30.000 per gram dengan omzet perhari mencapai Rp 1,6 juta.

Mitra Vivi, Peni Agustini di Surabaya memilih master francise untuk Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies sekaligus mulai Februari 2010 lalu. Peni mengaku sudah memiliki delapan calon mitra di Surabaya. "Waralaba makanan ringan saat ini lagi sangat prospektif," klaim dia.


Lick Me Donuts dan Lick Me Cookies
Jl. Taman Sari II No 64 Jakarta Pusat
Telp. 08176382582