Senin, 21 Februari 2011

Bawa Donat Kampung ke Mancanegara


Oleh: Hardina S.
Persaingan bisnis donat di Tanah Air makin sengit. Berbagai merek terkenal yang sudah masuk dalam jaringan waralaba donat mudah dijumpai di berbagai mal khususnya Surabaya.
Bagaimana dengan Donat Kampung Utami? Mungkin merek yang satu ini masih terasa asing di telinga kita. Padahal, donat ini sudah go public lho. Setidaknya kalau Anda lagi melancong ke negeri jiran Malaysia,  outlet donat ini sudah mejeng di mal-mal sana. Kue bolong tengah itu merupakan hasil olahan Rosidah Widya Utami (35).
Bila Anda punya rencana ke kota Jombang,  selain bisa berziarah ke makam mantan presiden RI, Gus Dur , Anda sekaligus dapat belanja oleh-oleh dari kota santri ini, yakni donat.
Anda mungkin bertanya-tanya apa kelebihannya? Donat Kampung Utami (DKU) bukan sembarang donat. Meski dibandrol hanya Rp 500,- tapi soal rasa, kue ini tak kalah dibanding donat-donat yang dijual di mal. “Biasanya, kue donat harga Rp 500 an, rasanya ya seperti itu. Tapi saya ingin menunjukkan bahwa meski hanya Rp 500, orang sudah bisa menikmati donat yang enak,”kata wanita jebolan Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya itu.
Dan di tangan wanita yang akrab dipanggil Utami ini, donat 500 an tersebut semakin beda, dengan cara promosinya melalui fasilitas blog.
Tak heran bila dalam waktu singkat, DKU dikenal luas. Order pun mengalir deras. Sering kali Utami merasa kewalahan untuk memenuhi pemesanan.
Bukan hal mudah untuk membesarkan nama DKU hingga terkenal seperti sekarang. Tak beda dengan pengusaha sukses pada umumnya, dia juga menempuh jalan penuh liku agar produknya bisa diterima pasar. Di awal-awal usahanya, hampir setiap hari, antara yang terjual dan sisanya, selalu lebih banyak sisa. "Padahal, menurut saya, donat buatan saya murah, enak, dan bersih. Saya juga heran, kok, enggak laku." Di tengah kebingungan, muncul ide segar. Bersamaan dengan ditemukannya nama yang pas, Donut Kampoeng Utami, produknya dikemas secara menarik, diberi label yang berisi alamat lengkap dengan nomor telepon plus layanan SMS. "Label, kan, ibarat kartu nama. Dari 100 buah donat yang terjual, logikanya, 100 orang jadi tahu nama dan alamat tempat tinggal saya."
benar saja. Telepon di rumahnya terus berdering. Sebagian memesan, lainnya sekadar tanya harga. "Bagi saya, tak masalah. Yang penting, orang sudah kenal DKU," kata Utami yang sejak itu banyak komunitas ibu-ibu pengajian di Jombang memilih donat bikinannya sebagai suguhan.
Tak puas di situ, Utami terus melakukan inovasi-inovasi baru untuk produknya. Butuh waktu delapan tahun bagi wanita berkerudung ini untuk bisa menghasilkan empat resep donat, kelas standar, (Rp 500-an), medium (DKU), premium dan platinum. Khusus untuk premium dan platinum dia membuka kesempatan bagi pihak lain untuk bekerja sama dengan sistem franchise.
Dijual di Malaysia

Meski di kota-kota lain di tanah air donat Utami masih sulit dijumpai bukan berarti peminatnya hanya berkisar di kota Jombang. Buktinya, donat Utami malah sudah dijumpai di Malaysia. Investor dari mancanegara itu meminta Utami untuk terbang ke negerinya, agar memberikan pelatihan sekaligus mengenalkan resep buatannya. “Sekarang di Malaysia, sudah ada lima gerai mewah yang menjual donat saya, dengan nilai investasi miliaran rupiah,”ungkap wanita yang mendapat royalty dari hasil penjualan produknya untuk jangka waktu selamanya.
Sebetulnya, ada dua investor  lain yang berminat membuka gerai serupa, yakni dari Arab Saudi dan Brunei. Tapi permintaan itu dengan berat hati tidak bisa dipenuhi. “Soalnya mereka meminta saya agar stay di sana, ya saya jelas nggak bisa,” ucap wanita yang mengaku mengawali bisnis ini dengan modal hanya Rp 100 ribu itu.
Bukan itu saja yang membanggakan dirinya. Dilihat dari persaingan, donat Utami di Malaysia bisa dikatakan sudah sekelas dengan donat papan atas lain seperti JCo dan Big Apple. Bagaimana dengan persaingan di dalam negeri sendiri? Bukankah donat Utami boleh dikatakan bermain ‘sendiri’ di kelasnya? “Saya sebetulnya lebih suka kalau ada banyak pesaing. Jadi kita malah bisa mengukur kemampuan kita sampai dimana,” kata wanita kelahiran Malang, 8 September 1973 ini.
Hanya, jujur dia mengharapkan bahwa karya donatnya itu mendapat respon positif dari investor lolal. “Karena pada dasarnya tujuan utama saya membesarkan donat  ini bukan semata-mata cari untung, tapi untuk  memberi kebanggaan pada Indonesia bahwa ada juga lho anak bangsanya yang bisa melahirkan donat kelas dunia,” kata Utami yang mengaku omzetnya per bulan mencapai Rp 40 juta.
Menurut Utami, sebenarnya dia tidak akan menyerahkan formula donat tersebut kepada pengusaha asing andai saja ada investor lokal yang berminat mengembangkannya. Utami merasa, pengusaha Indonesia sepertinya justru lebih tertarik membeli karya dari orang asing ketimbang karya bangsanya sendiri. "Orang kita lebih senang membeli franchise yang berasal dari luar negeri. Padahal, orang kita bisa, kok, membuat donat selezat buatan luar negeri. Nyatanya, karya saya sekarang sejajar dengan buatan luar negeri," ujarpenghobi  masak ini.
Kecintaan Utami pada dunia kuliner tidak bisa lepas dari peran sang Ibu. Maklumlah, memang sosok sang bundalah yang banyak mengajarkan sekaligus mendorong Utami hingga akhirnya dia tak bisa  lepas dari dunia tata boga.
Setelah menyandang status ibu rumahtangga,sebetulnya Utami sempat meninggalkan urusan dapur kue, dengan mengalihkan perhatian pada toko kelontong miliknya. Tapi kecintaannya pada bidang kuliner yang telanjur melekat membuat pemilik bintang virgo ini tak kuasa menolak panggilan jiwa boganya. “Saya akhirnya memutuskan untuk jualan kue donat,” tandasnya.
Setiap ada waktu luang dia mengolah bahan-bahan kue hingga menemukan formula yang tepat untuk menghasilkan donat yang enak, dan bisa dijangkau konsumen khususnya untuk warga Jombang. “Pada awalnya sulit untuk menjual donat ke pasaran. Saya benar-benar harus melakukan edukasi lebih dulu. Bahwa makan donat bukan merupakan sesuatu yang glamor. Ini bisa dibuktikan dengan harganya yang relative terjangkau,” paparnya.

Kini, setelah nama dan produknya sudah terkenal,Utami tak pernah lelah mengajarkan kepada para karyawannya yang mencapai 12 orang itu agar tidak takut untuk mencoba. “Saya katakana bahwa untuk membuat donat seenak Donat Utami tidak harus menggunakan teknologi modern. Cukup dengan peralatan standar seperti mixer sudah bisa.Asal tahu bagaimana mengolahnya untuk bisa membuat donat yang enak,” tandasnya. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar